Coretan Pena~Petemuan (Part 2)


Aku kembali. 
Tidak,  bukan aku yang kembali. 
Tapi kamu... 

Kamu kembali,  dengan sebuah pesan yang disampaikan lewat perantara. 

Tentang kesungguhan mu padaku saat itu. 
Lantas, sebuah pertanyaan kau datangkan padaku. 

"Apakah kamu mau untuk mengenalku? " Tanya mu. 
Tentu saja bukan kamu yang bertanya langsung. 

Aku berfikir,  bagaimana mungkin? 
Aku sendiri saja tak tahu dengan jelas bagaimana rupamu.  
Meskipun kita pernah berjumpa,  nyatanya aku tak benar-benar melihatmu.  
Tak ada hak ku untuk melihat mu saat itu. 

Aku meminta waktu untuk berfikir. 
Lantas kamu mengiyakan. 
Bingung?  
Tentu saja,  ini bukan hal main-main. 

Malam silih berganti. 
Setelah berpikir dan bertanya pada hati, aku memberimu jawaban. 
Ya,  aku mau untuk lebih banyak mengenalmu dan kamu boleh mengenalku. 

Dan setelah jawaban itu  ku berikan,  kamu kembali. 
Kembali mengetuk pintu rumahku. 
Dan kali ini,  kamu berucap tentang tujuanmu dengan lebih jelas. 
Bukan padaku,  tapi pada ayahku. 

Kamu tahu,  saat itu aku kagum padamu.  
Karena berkata langsung pada ayah,  bukan hal yang mudah. 
Aku tahu kamu gugup saat itu. 
Kalau kamu tanya kenapa aku tahu,  tentu saja aku tahu. 
Rawut wajah dan nada bicaramu menjelaskan itu semua. 

Setelah pertemuan kedua itu, kita saling berdiskusi tentang banyak hal.
Tapi bukan diskusi ala anak remaja labil.

Aku pikir,  setelah banyak pembahasan yang kita diskusikan, semua akan berjalan baik-baik saja. 
Tapi nyatanya,  semua tak sesuai harapan. 

Kamu,  mengakhiri semuanya karna satu sebab. 
Kamu lebih memilih jujur diawal,  karna ketidaksanggupanmu menghilangkan kebiasaan burukmu. 

Sedih?  
Tentu saja.
Bukan karna tak berlanjut dengan mu,  tapi kenyataan kamu lebih memilih kebiasaan buruk itu yang menyakitkan bagiku. 

Aku sadar,  hidup bukan tentang apa yang kita inginkan. 
Karena sejatinya, hidup adalah apa yang kita butuhkan. 

Lantas,  setelah itu kita saling mendoakan.  Semoga kamu mendapatkan yang terbaik. 
Dan aku,  akan mendapatkan yang terbaik pula. 

Tak ada air mata yang jatuh,  aku yakini itu. 
Kita masih berkomunikasi,  tapi tak ada tujuan apapun.  Dan aku,  membatasi itu. 
Bukan tak mau,  hanya saja aku tak mau berharap dan memberikan harapan. 

Bukankah berharap pada makhluk hanya akan memberikan rasa sakit? 

Lantas,  apakah setelah keputusan itu ada pertemuan berikutnya? 
Aku tak tahu,  meskipun purnama silih berganti. Kita tetap telah selesai~





Komentar

Postingan Populer