coretan pena~melupakan (part 2)


Masih ingat dengan ceritaku? 
Sekarang,  aku akan meneruskannya. 
Semoga kalian membacanya. 

Sore itu, tepatnya setelah hujan menyapa bumi dan menyejukkan hati-hati manusia yang sedang merindu. 
Dirumahku,  dan juga bersama orangtuaku tapi tanpa orangtuamu. 
Tak aku tanyakan kenapa kamu datang sendiri saat itu, tidak penting. Karna bagiku,  aku ingin kamu secepatnya menghilang dari rumahku. 

Aku pikir, ucapanmu pada saat itu hanya angin lalu.  
Tak pernah sedikitpun aku memikirkannya. 
Dan juga,  tak pernah aku berpikir harus berkata dan menjawab apa jika kamu datang ke rumahku sore itu. 

Benar saja,  setelah kamu banyak berbicara dan saling bercerita dengan kedua orangtua ku,  kamu mengatakannya. 
Aku yang pada saat itu hanya mendengarkan obrolan kalian dengan perasaan yang sulit diungkapkan,  tiba-tiba saja aku menatap mu.  
Tak percaya sedikitpun dengan apa yang kamu katakan. 

Dengan mudahnya kamu meminta izin pada mereka untuk menjadikanku belahan jiwa mu. 
Tuhan... 
Kenapa? 
Bukan dia yang selama ini aku sebut dalam do'aku.
Bukan dia yang ku harapkan untuk menemaniku meminum teh di kala senja menyapa. 
Bukan dia yang kuinginkan menjadi teman berbincang. 
Tuhan..
Bukan dia yang kuharapkan saat kata perpisahan itu diucapkannya. 
Bukan dia.. 

Terlambat,  sangat terlambat. 
Tepatnya pekan lalu dihari yang sama seperti sekarang,  mereka membicarakan mengenai rencana pertemuan ku dengan putra dari sahabat mereka. 

Aku yang terluka,  dan inginku segera melepas bayangmu sepenuhnya mengiyakan keinginan mereka. 

Aku tahu,  kamu kecewa atas jawaban yang kami sekeluarga berikan pada saat itu. 
Senyum mu  ketika berpamitan,  sangat berbeda ketika kamu menyapa diawal pertemuan kita. 
Bagaimanapun kamu,  aku masih ingat senyum khas mu. 

Do'aku saat itu,  semoga kamu segera bahagia. 
Karna aku telah memilih bahagiaku tanpa mu. 

Cahaya mentari pagi menyelinap tanpa izin. 
Memberikan sedikit penawar gugup ku pagi ini. 
Meskipun belum pernah bertemu,  entah kenapa hati ini berbeda. 

Tuhan... 
Tolong bantu aku... 

Sepasang makhluk Tuhan yang terlihat sangat mesra tanpa mempedulikan usia datang mengetuk pintu. 
Mereka adalah sahabat orang tuaku. 
Tak lupa kuberikan senyum terbaikku kepada mereka. 

Ditengah obrolan kami, salah satu dari mereka berkata "maaf,  putra kami nanti menyusul.  Tadi dia sudah kami berikan alamat rumah ini.  Semoga rencana kita lancar ya,  dan mereka cocok hehhehe".

Tak ku dengarkan betul obrolan mereka,  aku lebih baik mengambil beberapa cemilan di dapur. 
Dan ketika kembali untuk bersama mereka,  langkahku terhenti ketika suara salam itu terdengar. 
Suara yang tak asing dan bayangannya mampu kutangkap lewat sudut mataku. 

"Kamu... " Ucapku saat itu
Orang tuaku pun tak kalah kagetnya. Dan ternyata kali ini,  dialah orang yang ku sisipkan dalam doa istikharah ku. 
Tuhan... 
Ini jawabannya? 
Dan ini orangnya? 
Orang yang sama dengan yang dulu mengatakan kalimat perpisahan,  dan kemarin mengatakan untuk menjadikan ku belahan jiwanya? 

Lantas mereka semua tertawa ketika mengetahui bahwa kamu telah mencoba melamarku kemarin meskipun tanpa orang tuamu.  Tentu saja,  karna mereka telah menyiapkan pendamping untukmu.  Dan itu,  tetap aku.

Saat itu aku betul-betul sadar bahwa sekuat apapun aku menolak kehadiranmu,  Tuhan tetap memilihmu untuk menjadi pendampingku. Jika memang ini jawabannya,  aku bisa apa?  
Saat itu,  aku hanya mengangguk ketika kalian menanyakan pertanyaan padaku. 

Dan teman minum teh ku dikala senja,  nyatanya tetap kamu. 

Dan teman minum kopi mu dikala pagi menyapa,  nyatanya tetap aku. 







Komentar

Postingan Populer